Monday, April 8, 2013

Ummul Mukminin Zainab Bintu Jahsy...

 



(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Abdirrahman bintu Imran)

Terasa berat baginya kala itu menerima keputusan Rasul n yang mulia. Wanita bangsawan harus bersanding dengan seorang bekas sahaya. Namun, segala keinginan dan kegundahan ditepisnya di hadapan Allah l dan Rasul-Nya n hingga menggiring keindahan hidup di sisi utusan Rabb-nya.
Wanita itu bernama Zainab bintu Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mur bin Shabirah bin Murrah bin Katsir bin Ghanm bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah al-Asadiyah x. Semula ia bernama Barrah. Ibunya adalah bibi Rasulullah n, Umaimah bintu ‘Abdil Muththalib bin Hasyim.
Wanita bangsawan yang dipinang oleh Rasulullah n untuk bekas budaknya yang pernah diangkat beliau sebagai anak, Zaid bin Haritsah z. Entah bagaimana perasaan Zainab saat itu, seorang wanita bangsawan hendak menikah dengan seorang bekas budak. Serta-merta ia menolak tawaran Rasulullah n kepadanya. Namun Rasulullah n tetap bersikukuh.
Di tengah perbincangan itu, Allah l menegur sikap Zainab, “Tidak layak bagi orang-orang yang beriman, laki-laki ataupun perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu perkara, akan ada pilihan lain dari urusan mereka.”
Tak ada pilihan lain bagi Zainab selain menerima apa yang diputuskan oleh Rasulullah n atas dirinya. Tak boleh tersirat dalam dirinya selain kerelaan dan ketundukan, hingga terucap dari lisannya, “Aku ridha untuk menikah dengannya, wahai Rasulullah.”
Dijalaninya hari-hari dalam mahligai rumah tangganya bersama Zaid bin Haritsah z. Namun ketidaksesuaian di antara mereka tak dapat tersembunyi. Hingga akhirnya Zaid pun mengadukan segala yang ada antara dia dan Zainab kepada Rasulullah n.
Sementara itu, telah sampai kepada Rasulullah n berita dari langit, suatu ketika nanti Zaid akan menceraikan Zainab dan Zainab akan bersisian dengan beliau sebagai istri. Allah l menetapkan demikian untuk membatalkan adat pengangkatan anak (maksudnya ala jahiliah, yaitu mengadopsi anak dengan nasab kepada ayah angkat). Namun tatapan adat jahiliah pada masa itu memandang dengan penuh aib pada seseorang yang menikah dengan bekas istri anak angkatnya, hingga Rasulullah n pun menyembunyikan semua itu karena khawatir dengan pandangan manusia terhadap diri beliau.
Tatkala Zaid datang mengungkapkan apa yang terjadi, Muhammad n mengatakan, “Bertakwalah kepada Allah dan tahanlah istrimu agar tetap di sisimu!”
Namun, siapa yang dapat menghalangi bila Allah l telah menghendaki sesuatu? Bahkan Allah l akan melaksanakan apa yang Dia kehendaki. Allah l turunkan kalam-Nya yang memberikan teguran kepada Rasulullah:
“Dan ingatlah ketika engkau berkata kepada orang yang telah Allah limpahkan nikmat kepadanya dan engkau pun telah memberikan nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah’, sementara engkau menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah hendak menyatakannya, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah-lah yang lebih berhak untuk engkau takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya, Kami nikahkan engkau dengannya, agar tidak ada keberatan bagi orang-orang yang beriman untuk menikahi istri-istri anak angkat mereka, apabila anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya. Sesungguhnya ketetapan Allah pasti terjadi.” (al-Ahzab: 37)
Usai masa ‘iddah Zainab dari Zaid, Rasulullah n memerintahkan Zaid bin Haritsah z untuk menyampaikan pinangannya kepada Zainab bintu Jahsy x. Bergegaslah Zaid memenuhi perintah Rasulullah n. Tatkala bertemu dengan Zainab, Zaid bin Haritsah z mengabarkan berita gembira itu, “Bergembiralah wahai Zainab, sesungguhnya Rasulullah n meminang dirimu.” Tak ada yang dilakukan Zainab saat itu kecuali mengagungkan Rabb-nya. Ia pun segera menegakkan shalat di tempat shalatnya.
Siapa yang tak berbangga dengan keutamaan seagung itu? Zainab bintu Jahsy x menjalin ikatan pernikahan dengan Rasulullah n bukan melalui tangan walinya, namun dengan kalam Rabb alam semesta yang senantiasa akan dibaca oleh segenap manusia. Allah l menikahkan dirinya dari atas ‘Arsy-Nya tanpa saksi. Tergurat peristiwa besar ini pada bulan Dzulqa’dah tahun kelima setelah hijrah, tatkala Zainab x memasuki usia 25 tahun.
Zainab bintu Jahsy x senantiasa berbangga dengan keutamaan ini di hadapan para istri Rasulullah n yang lainnya. Dia katakan, “Kalian dinikahkan oleh wali-wali kalian, sementara aku dinikahkan oleh Allah l dari atas ‘Arsy-Nya.”
Tak henti-henti keutamaan mengalir pada Zainab bintu Jahsy x. Di awal langkahnya meniti kehidupan di sisi Rasulullah n turun ayat yang memerintahkan tentang hijab.
Kala itu, Rasulullah n mengundang para sahabat untuk menghadiri walimah pernikahannya dengan Zainab. Mereka pun hadir menikmati apa yang terhidang, kemudian beranjak pulang. Tinggallah beberapa orang terus duduk di sisi Rasulullah n dalam waktu lama, hingga beliau pun berdiri, kemudian keluar. Ketika itu, Anas bin Malik z, pembantu Rasulullah n, turut bangkit bersama beliau agar orang-orang yang masih tinggal itu ikut keluar. Rasulullah n terus berjalan diiringi Anas bin Malik z hingga berhenti di ambang pintu kamar ‘Aisyah x.
Saat itu Rasulullah n mengira, mereka semua telah keluar, sehingga beliau pun kembali bersama Anas z. Namun ketika beliau hendak masuk menemui Zainab x, ternyata mereka masih terus duduk-duduk. Beliau pun keluar kembali hingga tiba di depan ambang pintu kamar ‘Aisyah x. Ketika beliau mengira bahwa mereka telah bubar, beliau kembali lagi, disertai Anas bin Malik z. Ternyata orang-orang itu telah keluar.
Peristiwa ini diiringi dengan turunnya teguran dari Allah l:
ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi, kecuali bila kalian telah diizinkan untuk makan, tanpa menunggu-nunggu waktu masak makanannya. Akan tetapi, apabila kalian diundang, maka masuklah, dan apabila kalian telah selesai makan, segera keluarlah tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu mengganggu Nabi, dan Nabi merasa malu kepada kalian, sementara Allah tidak malu menerangkan yang benar. Apabila kalian meminta suatu keperluan kepada istri-istri Nabi, maka mintalah dari balik tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kalian menyakiti Rasulullah dan tidak boleh pula menikahi istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu teramat besar dosanya di sisi Allah.” (al-Ahzab: 53)
Rasulullah n pun masuk menemui Zainab dan membentangkan tabir yang menutupi beliau dari Anas bin Malik z.
Saat Rasulullah n bertemu dengannya itulah beliau mengganti namanya yang semula Barrah menjadi Zainab.
Wanita bangsawan yang bertabur dengan kemuliaan. Salah satu wanita yang paling baik agamanya, paling takwa kepada Rabb-nya, paling benar ucapannya, paling gemar menyambung tali kasih sayang, dan paling banyak sedekahnya. Wanita yang selamat lisannya saat tersebar berita dusta tentang ‘Aisyah x. Wanita yang biasa berbuat sesuatu dengan kedua tangannya, kemudian bersedekah dengan hasil buah tangannya untuk mendekatkan dirinya kepada Rabb-nya. Wanita yang sangat berhati-hati terhadap gemerlapnya dunia. Wanita yang senantiasa menundukkan diri kepada Rabb-nya. Wanita yang banyak puasa dan shalat malam. Wanita yang digelari dengan Ummul Masakin, ibu orang-orang miskin.
Suatu saat di antara istri-istrinya, Rasulullah n menyampaikan kabar bahwasanya yang paling dahulu menyusul beliau ke hadapan Allah l adalah yang paling panjang tangannya. Sepeninggal Rasulullah n, para istri beliau saling memanjangkan tangannya, siapa di antara mereka yang paling panjang tangannya. Demikian yang senantiasa mereka lakukan, hingga Zainab bintu Jahsy x wafat. Sementara Zainab bukanlah wanita yang tinggi dan bukan pula yang paling panjang tangannya di antara mereka. Mengertilah para istri Rasulullah n, yang diinginkan oleh beliau adalah yang paling banyak sedekahnya.
Pada masa pemerintahan ‘Umar bin al-Khaththab z tahun ke-20 setelah hijrah, wanita yang mulia ini menghadap Rabb-nya k. Kenangan tentang seluruh kebaikannya tergores dengan tinta emas di atas lembaran para ulama. Ayat-ayat yang turun tentang dirinya terus dibaca oleh manusia hingga akhir masa. Zainab bintu Jahsy, semoga Allah l meridhainya.
Wallahu a’lamu bish-shawab.
Sumber Bacaan:
al-Ishabah, karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani (7/667—669)
al-Isti’ab, karya al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (hlm. 1849—1851)
Fathul Bari, karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani (8/383—385, 11/24)
Siyar A’lamin Nubala’, karya al-Imam adz-Dzahabi (2/211—218)
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, karya al-Imam Ibnu Katsir (3/497—500)
Taisirul Karimir Rahman, karya asy-Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di (hlm. 665—666)

http://asysyariah.com/zainab-bintu-jahsy.html

Barakallaahu fiikum...

No comments :

Post a Comment