Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 032
(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran)
Perjalanan hijrah Rasulullah n yang disertai sahabat beliau, Abu Bakr Ash-Shiddiq z berlangsung diam-diam, menghindari kejaran Quraisy. Perjalanan yang tak ringan. Di tengah payahnya perjalanan Makkah-Madinah, mereka singgah di sebuah tenda, tempat tinggal sepasang suami istri yang selalu memberikan jamuan kepada orang-orang yang singgah di sana. Peristiwa yang menakjubkan pun terjadi dalam kehidupan seorang wanita bernama Ummu Ma’bad.
Perjalanan hijrah Rasulullah n yang disertai sahabat beliau, Abu Bakr Ash-Shiddiq z berlangsung diam-diam, menghindari kejaran Quraisy. Perjalanan yang tak ringan. Di tengah payahnya perjalanan Makkah-Madinah, mereka singgah di sebuah tenda, tempat tinggal sepasang suami istri yang selalu memberikan jamuan kepada orang-orang yang singgah di sana. Peristiwa yang menakjubkan pun terjadi dalam kehidupan seorang wanita bernama Ummu Ma’bad.
Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah, Atikah bintu Khalid bin Khalif bin Munqidz bin
Rabi’ah bin Ashram bin Dhabis bin Haram bin Habsyiyah bin Salul bin Ka’b bin
‘Amr dari Khuza’ah. Dia menikah dengan sepupunya, Tamim bin ‘Abdil ‘Uzza bin
Munqidz bin Rabi’ah bin Ashram bin Dhabis bin Haram bin Habsyiyah bin Salul bin
Ka’b bin ‘Amr dari Khuza’ah. Mereka dikaruniai seorang anak yang mereka beri
nama Ma’bad. Dengan nama inilah mereka berkunyah.
Mereka berdua tinggal di Qudaid, antara Makkah dan Madinah. Namun mungkin
mereka tak pernah menyangka, tempat tinggal mereka akan menjadi tempat yang
masyhur dengan singgahnya utusan Allah l di sana.
Ummu Ma’bad adalah seorang wanita yang tekun dan ulet. Dia biasa duduk di
serambi tendanya, memberi makanan dan minuman kepada siapa pun yang melewati
tendanya.
Sementara itu, Rasulullah n dan Abu Bakr z hendak melanjutkan perjalanan
kembali setelah bersembunyi selama tiga hari dalam gua. Budak Abu Bakr, ‘Amr bin
Fuhairah menyertai mereka. Juga seorang penunjuk jalan, Abdullah bin ‘Uraiqith
Al-Laitsi yang datang pada hari yang ditentukan membawa dua tunggangan milik
Rasulullah n dan Abu Bakr. Senin dini hari mereka berangkat.
Selasa, mereka sampai di Qudaid. Berempat mereka singgah di tenda Ummu
Ma’bad. Rasulullah n dan Abu Bakr meminta daging dan kurma yang dia miliki.
Mereka hendak membelinya.
“Kalau kami memiliki sesuatu, tentu kalian tidak akan kesulitan mendapat
jamuan,” kata Ummu Ma’bad. Saat itu adalah masa paceklik, kambing-kambing pun
tidak beranak.
Rasulullah n melihat seekor kambing betina di samping tenda. “Mengapa
kambing ini?” tanya beliau. “Dia tertinggal dari kambing-kambing yang lain
karena lemah,” jawab Ummu Ma’bad. “Apa dia masih mengeluarkan susu?” tanya
Rasulullah n lagi. “Bahkan dia lebih payah dari itu!” ujar Ummu Ma’bad.
“Apakah engkau izinkan bila kuperah susunya?” tanya Rasulullah n. “Boleh,
demi ayah dan ibuku,” jawab Ummu Ma’bad. “Bila kau lihat dia masih bisa diperah
susunya, perahlah!”
Rasulullah n mengusap kantong susu kambing betina itu sambil menyebut nama
Allah l dan berdoa. Seketika itu juga, kantong susu kambing betina itu
menggembung dan membesar. Rasulullah n meminta bejana pada Ummu Ma’bad, lalu
memerah susu kambing itu dalam bejana hingga penuh. Rasulullah n menyerahkan
bejana itu pada Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad pun meminum susu itu hingga kenyang.
Setelah itu beliau memberikannya kepada yang lainnya hingga mereka pun kenyang.
Barulah beliau minum susu itu.
Rasulullah n memerah susu kambing itu lagi hingga bejana memenuhi bejana.
Beliau tinggalkan bejana yang penuh berisi susu itu untuk Ummu Ma’bad, kemudian
mereka melanjutkan perjalanan.
Tak lama kemudian, suami Ummu Ma’bad datang sambil menggiring
kambing-kambing yang kurus dan lemah. Ketika melihat bejana berisi susu, dia
bertanya keheranan, “Dari mana susu ini? Padahal kambing-kambing kita tidak
beranak dan di rumah tak ada kambing yang bisa diperah!”
“Demi Allah,” kata Ummu Ma’bad. “Tadi ada seseorang yang penuh berkah lewat
di sini. Di antara ucapannya, begini dan begini ….”
“Demi Allah,” sahut Abu Ma’bad, “Aku yakin, dialah salah seorang Quraisy
yang sedang mereka cari-cari! Gambarkan padaku, bagaimana ciri-cirinya, wahai
Ummu Ma’bad!”
Ummu Ma’bad pun melukiskan sifat Rasulullah n yang dilihatnya, “Dia sungguh
elok. Wajahnya berseri-seri. Bagus perawakannya, tidak gemuk, tidak kecil
kepalanya, tampan rupawan. Bola matanya hitam legam, bulu matanya panjang.
Suaranya agak serak-serak, dan lehernya jenjang. Jenggotnya lebat, matanya jeli
bagaikan bercelak. Alisnya panjang melengkung dengan kedua ujung yang bertemu,
rambutnya hitam legam. Bila diam, dia tampak berwibawa, bila berbicara, dia
tampak ramah. Amat bagus dan elok dilihat dari kejauhan, amat tampan dipandang
dari dekat. Manis tutur katanya, tidak sedikit bicaranya, tidak pula berlebihan,
ucapannya bak untaian marjan. Perawakannya sedang, tidak dipandang remeh karena
pendek, tak pula enggan mata memandangnya karena terlalu tinggi. Dia bagai
pertengahan antara dua dahan, dia yang paling tampan dan paling mulia dari
ketiga temannya yang lain. Dia memiliki teman-teman yang mengelilinginya. Bila
dia berbicara, mereka mendengarkan ucapannya baik-baik. Bila dia memerintahkan
sesuatu, mereka dengan segera melayani dan menaati perintahnya. Dia tak pernah
bermuka masam dan tak bertele-tele ucapannya.”
Mendengar penuturan itu, Abu Ma’bad berkata yakin, “Demi Allah, dia pasti
orang Quraisy yang sedang mereka cari-cari. Aku bertekad untuk menemaninya, dan
sungguh aku akan melakukannya jika kudapatkan jalan untuk itu!”
Hari yang penuh kebaikan dari sisi Allah l. Pada hari itu, Ummu Ma’bad
masuk Islam.1 Dikisahkan, kambing Ummu Ma’bad yang diusap oleh Rasulullah n
panjang umurnya. Kambing itu tetap hidup sampai masa pemerintahan ‘Umar ibnul
Khaththab z tahun 12 H dan selalu mengeluarkan air susunya saat diperah, pagi
maupun sore hari.
Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah, semoga Allah l meridhainya ….
Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.
Sumber Bacaan:
• Al-Ishabah, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (8/305-307)
• Al-Isti’ab, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (4/1876,1958-1962)
• Ath-Thabaqatul Kubra, karya Al-Imam Ibnu Sa’d (8/288)
• Ats-Tsiqat, karya Al-Imam Ibnu Hibban (1/123-128)
• Mukhtashar Siratir Rasul, karya Al-Imam Muhammad bin ‘Abdil Wahhab (hal.
131-133)
1 Ahli sejarah yang lain mengatakan, Ummu Ma’bad datang kepada Rasulullah n
setelah peristiwa itu untuk menyatakan keislamannya dan berbai’at. Wallahu
a’lam.
Barakallaahu fiikum...
No comments :
Post a Comment