Monday, April 8, 2013

Shaffiyah Binti Huyai Cinta dari Tanah Khaibar ...

 



(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Abdirrahman bintu Imran)

Benteng-benteng Khaibar menyisakan kemenangan bagi kaum muslimin setelah terkepung selama 20 hari. Pasukan Rasulullah n tak hanya pulang membawa kegemilangan, namun juga membawa cinta seorang wanita, Shafiyyah bintu Huyai x.
Tergurat dalam sejarah perjalanan hidup manusia, pada tahun ketujuh setelah hijrah, Allah l membukakan Khaibar bagi pasukan Rasulullah n. Di sana terbentang kebun-kebun kurma yang menjadi harta rampasan yang sangat berharga. Sementara para wanita Yahudi Bani Nadhir menjadi tawanan di tangan kaum muslimin. Di antara mereka ada seorang wanita berparas cantik, putri pemimpin Bani Nadhir.
Wanita itu bernama Shafiyyah bintu Huyai bin Akhthab an-Nadhiriyah. Wanita mulia dari keturunan Nabi Allah l, Harun bin ‘Imran, saudara Musa bin ‘Imran e. Ibunya bernama Barrah bintu Samual.
Wanita itu baru saja melangsungkan pernikahannya dengan Kinanah bin Abil Huqaiq, salah seorang penyair dari kalangan Yahudi, setelah sebelumnya menjanda dari suaminya, Salam bin Misykam. Namun bara peperangan Khaibar telah merenggut Kinanah dari sisinya.
Usai peperangan, Dihyah al-Kalbi meminta kepada Rasulullah n, “Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku seorang tawanan wanita.” Rasulullah n menjawab, “Pergi dan ambillah!” Dari sekian tawanan wanita, Dihyah menjatuhkan pilihannya pada Shafiyyah.
Sementara itu, kabar tentang kecantikan Shafiyyah merebak di kalangan kaum muslimin, hingga orang-orang memuji-muji Shafiyyah di hadapan Rasulullah n, “Tidak ada di antara para tawanan yang secantik dia.”
Saat itu, di antara para sahabat ada yang menyampaikan kepada Rasulullah n, “Wahai Rasulullah, tidak ada yang pantas memiliki Shafiyyah kecuali engkau.” Rasulullah n pun kemudian memanggil Dihyah bersama Shafiyyah. Kala itu, beliau melihat Shafiyyah, kemudian memerintahkan kepada Dihyah untuk mengambil salah seorang tawanan yang lain.
Tercatatlah sebuah peristiwa berharga. Pada bulan Ramadhan tahun ketujuh setelah hijrah, Rasulullah n memerdekakan Shafiyyah dan menikahinya dengan mahar kemerdekaan dirinya.
Setelah itu, pasukan kaum muslimin pun bergerak menempuh perjalanan pulang menuju Madinah. Di tengah perjalanan, pasukan ini singgah di Saddus Shahba’, suatu tempat di antara Khaibar dan Madinah. Rasulullah n menyerahkan Shafiyyah kepada Ummu Sulaim x, sambil berpesan, “Riaslah dia.” Malam di persinggahan itu menjadi milik Rasulullah n bersama Shafiyyah.
Tatkala bertemu dengan Shafiyyah, Rasulullah n melihat warna lebam kehijauan di mata Shafiyyah, hingga beliau bertanya tentang itu. Shafiyyah pun bertutur, “Saat itu, aku tengah tidur di pangkuan Kinanah. Aku bermimpi, bulan jatuh di pangkuanku. Ketika terjaga, kuceritakan mimpiku itu kepada Kinanah. Kinanah pun marah dan menempelengku, sembari mengatakan, ‘Engkau mengangan-angankan penguasa Yatsrib1 (maksudnya Rasulullah n, red.)?’.”
Tiga malam Rasulullah n bersama Shafiyyah dalam persinggahan. Pada pagi harinya, beliau berkata kepada para sahabatnya, “Barang siapa yang memiliki sisa perbekalan, berikanlah kepada kami.” Serta-merta para sahabat datang. Di antara mereka ada yang datang membawa kurma, ada yang membawa sawiq2, kemudian diolah menjadi hais3. Rasulullah n mengundang para sahabat untuk makan bersama. Itulah walimah Rasulullah n untuk seorang wanita yang mulia, Shafiyyah bintu Huyai x.
Mereka mulai bertanya-tanya, apakah Shafiyyah termasuk salah satu Ummahatul Mukminin ataukah hanya sebagai sahaya Rasulullah n? Di antara mereka ada yang berkata, “Jika Rasulullah n memakaikan kepadanya hijab, berarti dia ummul mukminin. Jika tidak, berarti dia hamba sahaya beliau.”
Perhelatan telah usai. Pasukan kaum muslimin bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke Madinah. Saat itulah pertanyaan mereka terjawab. Rasulullah n menyelubungkan hijab, menutupi Shafiyyah bintu Huyai x. Lalu Rasulullah n berlutut di sisi untanya, memberikan pijakan kepada istrinya untuk naik ke atas tunggangan. Shafiyyah bintu Huyai x meletakkan kakinya di atas lutut Rasulullah n hingga naik dan duduk di atas unta. Kemudian Rasulullah n memboncengkannya menuju negeri Madinah yang telah menanti kedatangan pasukan kaum muslimin yang membawa kemenangan.
Mulai saat itu, Shafiyyah bintu Huyai x memasuki rumah tangga Rasulullah n bersama para istri beliau yang lain, dalam bimbingan seorang suami yang mulia, dalam tuntunan cahaya nubuwwah.
Terkadang letupan-letupan kecil terjadi di antara para istri Rasulullah n. Pun Shafiyyah bintu Huyai x, seorang wanita cantik di antara para istri Rasulullah n, tak urung mengalaminya pula.
Aisyah bintu Abu Bakr x mengatakan kepada Rasulullah n, “Wahai Rasulullah, cukuplah engkau dari Shafiyyah. Dia itu seorang wanita yang pendek!”
Mendengar ucapan itu, Rasulullah n menegur ‘Aisyah x yang telah menodai kehormatan Shafiyyah x, “Engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang bila tercampur dengan lautan, pasti lautan itu akan tercemari!”
Pada kali yang lain, Rasulullah n mendapati Shafiyyah tengah berurai air mata. Manakala melihat istrinya menangis, diiringi dengan kelembutan Rasulullah n bertanya, “Apa yang membuatmu menangis, wahai Shafiyyah?”
Shafiyyah mengadukan kesedihannya, “Aku mendengar ‘Aisyah dan Hafshah mencaci diriku dan mengatakan, ‘Kami lebih mulia daripada Shafiyyah di sisi Nabi n. Kami putri-putri paman beliau sekaligus istri-istri beliau’.”
Rasulullah n menjawab, “Mengapa tidak engkau katakan, ‘Bagaimana bisa kalian berdua lebih mulia dariku, sementara suamiku Muhammad, ayahku Harun dan pamanku Musa?’.”
Suatu saat, ketika Rasulullah n menderita sakit menjelang wafat beliau, para istri Rasulullah n berkumpul di sisi beliau. Kepada Rasulullah n, Shafiyyah bintu Huyai x mengatakan, “Demi Allah, wahai Nabi Allah, sungguh aku bisa merasakan apa yang kaurasakan.”
Ucapan Shafiyyah x itu membuat para istri Rasulullah n saling mengerdipkan mata, sehingga beliau menegur, “Hendaknya kalian berkumur-kumur!”
Para istri beliau pun merasa heran dan bertanya, “Berkumur-kumur karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kerdipan mata di antara kalian terhadap Shafiyyah. Demi Allah, dia berkata jujur.”
Shafiyyah bintu Huyai bin al-Akhthab x memang pemilik nasab yang mulia, berdampingan dengan suami yang paling mulia. Wanita ini juga dikenal sebagai wanita yang cerdas, mulia, dan amat penyantun. Peristiwa-peristiwa yang dilaluinya menunjukkan ketenangan dan kesantunannya.
Bahkan suatu ketika, budak perempuan Shafiyyah mendatangi ‘Umar bin al-Khaththab z. Dia melemparkan tuduhan terhadap Shafiyyah bintu Huyai x di hadapan ‘Umar, “Shafiyyah menyukai hari Sabtu4 dan memiliki hubungan dengan orang-orang Yahudi.”
‘Umar pun kemudian mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Shafiyyah. Shafiyyah x menjelaskan, “Mengenai hari Sabtu, aku tidak lagi menyukainya semenjak Allah l menggantikan bagiku hari Jum’at. Adapun mengenai orang-orang Yahudi itu, aku memiliki hubungan kekerabatan dengan mereka hingga aku menyambungnya.”
Setelah itu, Shafiyyah memanggil budak perempuannya itu dan bertanya, “Apa yang mendorongmu untuk melakukan itu semua?” Jawab budak perempuan itu, “Setan.”
Jauh dari sangkaan, jawaban budak itu bukan membuat Shafiyyah bintu Huyai x berang. Sebaliknya dia mengatakan, “Pergilah, engkau sekarang merdeka.”
Shafiyyah bintu Huyai bin al-Akhthab x meriwayatkan ilmu dari suaminya yang mulia, Rasulullah n. Banyak orang yang mengambil ilmu itu darinya. Shafiyyah bintu Huyai x terus menjalani kehidupannya hingga tiba saat dia harus menghadap Rabbnya, pada bulan Ramadhan tahun kelima puluh setelah hijrah, dalam masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan c. Shafiyyah bintu Huyai, semoga Allah l meridhainya….
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Sumber Bacaan:
al-Ishabah, al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani (7/741)
al-Isti’ab, al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (4/1871—1872)
Nashihati lin-Nisa’, Ummu ‘Abdillah al-Wadi’iyyah (hlm. 26—27)
Shahihus Sirah an-Nabawiyyah, Ibrahim al-’Ali (hlm. 350—352)
Siyar A’lamin Nubala’, al-Imam adz-Dzahabi (2/231—238)
Tahdzibul Kamal, al-Imam al-Mizzi (35/210)

1 Yatsrib adalah asal nama kota al-Madinah an-Nabawiyyah.
2 Salah satu jenis gandum.
3 Makanan yang terbuat dari kurma, samin, dan gandum.
4 Hari Sabtu adalah hari yang dimuliakan oleh orang-orang Yahudi.

http://asysyariah.com/shaffiyah-binti-huyai-cinta-dari-tanah-khaibar.html

Barakallaahu fiikum....

No comments :

Post a Comment